Selasa, 13 Desember 2011

SISTEM BAGI HASIL PERBANKAN SYARIAH PADA BANK MUAMALAT

Nama : Tiara Gustiviana
NPM : 16210885


Sistem Bagi Hasil ( Profit Sharing)
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar operasional bank syari'ah secara keseluruhan secara prinsip dalam perbankan syari'ah yang paling banyak dipakai adalah akad utama a/-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzaro'ah dan al-musakoh dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan oleh beberapa bank Islam. Produk bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah :
a.      Al-Musyarakah
Ø  Menurut Antonio al musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dari resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Ø  Menurut Manan musyarakah adalah hubungan kemitraan antara bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik bank maupun konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan menyetujui suatu laba yang ditetapkan sebelumnya, Lebih lanjut Manan mengatakan bahwa sistem ini juga didasarkan atas
15
prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan akhir oleh konsumen dengan diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara sekaligus ataupun secara berangsurangsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya
Ø  Menurut Muhammad, musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu obyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan tanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaan masing-masing. Sudarsono musyarakah adalah kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak atau memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Ø  Sehingga dapat diambil kesimpulan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan- kesepakatan yang ditentukan di awal perjanjian.
b.      Pembiayaan Proyek
Al-mudharabah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana konsumen dan bank menyediakan untuk pembiayaan proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, konsumen memgembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati oleh bank.
c.       Al-Muzara’ah
Menurut Antonio Al-Muzara’ah adalah kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen. Dalam konteks lembaga keuangan Islam dapat memberikan pembiayaan bagi konsumen yang bergerak dalam bidang plantation atau pertanian atas dasar prinsip bagi hasil dari panen.
d.      Al- Musaqah
Menurut Antonio, a!-musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaro’ah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan sabagian imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tersebut dari hasil panen.


16
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum prinsip-prinsip bagi hasil yang digunakan dalam perbankan adalah mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan dana seluruhnya dan pihak lain menjadi pengelola dan apabila terjadi kerugian di tanggung oleh pihak yang mempunyai modal selama kerugian bukan kelalaian atau disengaja oleh pengelola, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan. Keuntungan dan resiko
akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan ditentukan di awal perjanjian.
1.6              Nisbah
Nisbah keuntungan adalah salah satu rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul al-mal mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua pihak mengenai cara pembagian keuntungan, adapun nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal tertentu.
Penentuan besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak, tetapi dalam prakteknya di perbankan modern, tawar-menawar nisbah antara pemilik modal (yakni investor atau deposan) dengan bank syari'ah hanya terjadi bagi deposan / investor dengan jumlah besar, karena mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi seperti ini sebagai spesial nisbah, sedangkan untuk nasabah deposan kecil tawar-menawar tidak terjadi. Bank syari'ah akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, deposan boleh setuju boleh tidak. Bila setuju maka ia akan melanjutkan menabung, sebaliknya bila tidak setuju dipersilahkan mencari bank syari'ah lain yang menawarkan nisbah lebih menarik.

2.7       Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga
Bank syari'ah berdasarkan pada prinsip profit and loss sharing (bagi untung dan bagi rugi). Bank syari'ah tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada kemitraan antara bank
17
syari'ah dengan para deposan di satu pihak dan antara bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain.
Sistem ini berbeda dengan bank konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan member pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas perbankan Islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang digunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum Islamnya. Perbankan Syari'ah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar bunga(riba).
Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan As Sunnah. Kedua sumber ini menyatakan bahwa penarikan bunga adalah tindakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik. Pembayaran dan penarikan bunga sebagaimana terjadi dalam sistem perbankan konvensional secara terang-terangan dilarang oleh Al-Qur’an, sehingga para investor harus diberi konpensasi dengan cara lain. Perbedaan yang mendasar antara sistem keuangan konvensional dengan Syari'ah terletak pada mekanisme memperoleh pendapatan, yakni bunga dan bagi hasil. Dalam hukum Islam lama (fiqh), bagi-hasil terdapat dalam mudharabah dan musyarakah. Kedua bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat menggantikan riba, yang mengambil bentuk "bunga"Antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana. Namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata.











18
Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:
BUNGA
BAGI HASIL
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
Pcnentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan
Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.
Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil
Table 3.0
Dilihat dalam pandangan sejarah, sistem bagi-hasil yang diterapkan dalam perbankan Islam dalam bentuk mudharabah sesungguhnya merupakan suatu ciptaan yang baru sekarang ini. Bahkan bank Islam dalam pengertian sckarang sesungguhnya tidak ada dalam sejarah peradaban Islam lama ataupun pertengahan. Sebab cara kerja bank Islam sama saja dengan cara kerja bank konvensional. Karena itu, bagi-hasil yang digunakannya berbeda dari bagi-hasil pada masa Rasulullah ataupun masa kehidupan para pakar hukum Islam lama. Bagi hasil pada masa Islam pertama dan abad pertengahan terjadi secara perseorangan atau antar individu sedangkan bagihasil dalam bank Islam terjadi pada dua tingkat, yakni bagi-hasil investor dengan bank dan bagi hasil bank dengan pengusaha. Perbedan itu lebih dipengaruhi segi kclembagaan bank itu sendiri.



19
2.7       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil di Bank Syari'ah
Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor pengaruh tersebut ada yang berdampak langsungdan ada yang tidak
langsung.
A.    Faktor langsung
Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio)
Ø  Investmen rate merupakan prosentase aktual dana yang dapat diinvestasikan dari total dana yang terhimpun. Jika 80 % dana yang terhimpun diinvestasikan, berarti 20 % nya dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Ø  Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber yang dapat diinvestasikan. Dana tcrsebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode : Rata-rata saldo minimum bulanan;
Ø  Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk investasi akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
Ø  Nisbah (profit sharing ratio)
a)      Salah satu ciri al mudharafah adalah nisbah yang harus ditentukan sesuai persetujuan di awal perjanjian.
b)      Nisbah antara satu bank dengan bank lain dapat berbeda.
c)      Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda.
d)     Nisbah dapat berbeda dari waktu kewaktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan
B.     Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah:
1.      Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya muddharabah
Ø  Bank dan nasabah melakukan share pendapatan yang dibagi hasilkan adalah pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
Ø  Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
20
2.      Kebijakan akunting (prinsip dan metode akutansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh jalannya aktivitas yang diterapkan,terutama dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Tinjauan Umum Bank Muamalat
            UUD 1945 telah memberi kebebasan kepada warga Negara Indonesia untuk melaksanakan agama sesuai keyakinannya, termasuk umat Islam diberi kebebasan untuk mengadakan kegiatan ekonomi secara Syariah.yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Di dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama menyebutkan ruang lingkup kegiatan ekonomi syariah yang menjadi salah satu kewenangan hakim pengadilan agama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, yaitu antara lain yaitu bank syariah,lembaga keuangan mikro syariah,asuransi syariah,reaasuransi syariah,reksa dana syariah,obligasi syariah & surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah,pembiayaan syariah, pegadaian syariah,dana pensiunan lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
Secara istilah, menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, syariah adalah hokum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya agar diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungan sesama manusia.
Sedangkan Mahmoud Syaltu mengartikan syariah adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah, atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut untuk dijadikan pegangan oleh umat manusia dalam hubungannya dengan Tuhan,dengan umat manusia lainnya, dengan alam maupun dalam menata kehidupan ini. Dari definisi di atas, syariah dalam konotasi hukum Islam terbagi dalam dua macam, yaitu syariah ilahi (tasyri’ samawi) dan syariah wadh’I (tasyri
wadh’i).
Yang dimaksud dengan syariah ilahi adalah ketentuan-ketentuan hukum yang langsung dinyatakan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah. Norma-norma hukum berlaku secara universal untuk semua waktu dan tempat, tidak bisa berubah karena tidak ada yang kompeten untuk mengubahnya. Sedangkan syariah wadh’i adalah ketentuan hukum yang dilakukan oleh para mujtahid, baik mujtahid mustanbith maupun mujtahid muthaliq.
26

27
Kajian hukum para mujtahid ini tidak memiliki sifat keabdian dan bisa berubah sesuai dengan kondisi tempat dan waktu.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/ atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).
4.2  Ketentuan-ketentuan tentang Sistem Bagi Hasil Bank Syariah
A.    Jangka waktu berlakunya Perjanjian
Jangka waktu berlakunya perjanjian dalam transaksi musyarokah dan mudhorobah terdapat perbedaan antara Madzab Hanafi & Hambali dengan Madzab Maliki dan Syafi’I seperti telah diuraikan diatas. Dari dua pendapat ulama tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa batasan waktu adalah bermanfaat oleh karena itu harus diterima karena hal itu terjadi atas kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak yang berserikat Mudhorobah, maka harus dipenuhi persyaratan ketentuan tersebut, sebab Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al Maidah ayat 1 yang artinya sebagai berikut : “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu sebagaimana prinsipnya Sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya sebagai berikut : “Umat Islam yang terikat pada persyaratan antara mereka “.
B.     Penarikan Modal dan Pembatalan Perjanjian
Penarikan modal dan pembatalan perjanjian pada dasarnya boleh saja asalkan sesuai dengan kesepakatan dan tidak merugikan pihak lain. Sebab tidak boleh ada yang dirugikan atau mendapatkan bahaya dalam kepentingannya, sebagaimana prinsip kaedah fiqih yang diambil dari teks hadits nabi yang artinya  “tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak membalas tindakan membahayakan dengan bahaya pula”.
Bagi Mudhorib yang ingin membatalkan akad mudhorobahnya sewaktu-waktu sebagaimana sohibul maal dengan syarat sepengetahuan pihak mitranya untuk membatalkan akad dan modal berbentuk uang tunai. Apabila modal berbentuk barang maka agar ditunggu

28
 sampai modal dan asset tersebut menjadi tunai, sehingga menjadi jelas keuntungan atau kerugian usaha tersebut. Karena Mudhorobah pada prinsipnya adalah akad jaiz (boleh).

C.     Agunan atau jaminan dan penyitaan.
            Pada hakikatnya dibolehkan adanya agunan atau jaminan berpijak pada Al-Musalah yang mengacu kepada kebutuhan, kepentingan, kebaikan dan maslahat umum selama tidak bertentangan dengan prinsip dan dalil tegas syariat Islam serta benar-benar membawa kepada kebaikan bersama yang tidak berdampak menyulitkan serta merugikan orang atau pihak lain secara umum.
            Agunan atau jaminan dari pengelola dapat disita oleh pemilik modal dalam kasus kerugian kehilangan modal yang benar-benar diakibatkan oleh faktor-faktor kesengajaan seperti penyelewengan, factor kelalaian, faktor kecerobohan pihak mudhorib dan sebagainya. Agunan atau jaminan tersebut disita sebagai pengganti kerugian atau kehilangan modal yang harus ditanggung oleh pengelola.
D.    Bagi Hasil Keuntungan
            Dalam pembagian hasil keuntungan Musyarokah Mudhorobah, keuntungan pengelola dapat lebih besar atau sebaliknya lebih kecil daripada pemilik modal tergantung pada kesepakatan dalam akad Mudhorobah. Keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak (sohibul maal dan Mudhorib) harus dalam jumlah keuntungan tertentu. Jika keduanya telah sepakat bahwa seperempat (25%) atau setengah (50%) bagi Mudhorib misalnya, maka hal itu sudah cukup dimengerti karena bagian sisa tentunya adalah bagian sohibul maal. Semuanya itu tergantung pada kesepakatan kedua pihak baik nisbah masing-masing sama, atau lebih besar atau lebih kecil dan harus ditepati, sebab umat Islam terikat dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati.
E.     Hak Kepemilikan Modal dan Penggunaan Modal
            Hak kepemilikan modal dan penggunaan modal kedudukannya adalah sejajar, tidak ada yang dilebihkan atau dikurangkan. Keuntungan tersebut menjadi milik bersama antara pemilik modal dengan pengelola, karena pemilik modal dan pengelola adalah sejajar,

29
saling berkepentingan dan membutuhkan, maka keduanya harus berhak atas keuntungan dengan nisbah masing-masing. Sedangkan masalah penggunaan modal Musyarokah Mudhorobah boleh diadakan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik modal dalam penggunaan modal Mudhorobah dan mereka mewajibkan kepada pengelola untuk menempatinya selama bermanfaat bagi kepentingan syariat dan tidak bertentangan dengan kaedah dan hukum syarikat. Karena firman Allah SWT dalam Al-Quran surah Al Maidah ayat 1 sesuai pula dengan hadits Nabi Muhammad Saw yang intinya bahwa : “Orang-orang muslim terikat dengan syarat-syarat antara mereka kecuali syarat menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
F.      Sanksi Bagi Mudhorib (Pengelola)
            Adanya sanksi bagi Mudhorib (pengelola) tergantung pada kesepakatan yang telah dibuat. Sebab hal itu termasuk dalam kesepakatan bersama yang harus dipenuhi dan ditepati, maka jika melanggar menanggung akibatnya dan menjamin kerugian yang menimpa modal atau kepentingan pemilik modal, sebab ia adalah seorang wakil dari sohibul maal dalam menjalankan modal, maka tindakan yang terkait dengan musyarokah mudhorobah harus sesuai dengan ketentuan atau syarat yang ditetapkan oleh muwakil dalam hal ini pemilik modal.
G.    Pemilik modal ikut mengelola usahanya
            Pengelolaan modal adalah menjadi kewajiban dan tanggung jawab si pemiliknya Mudhorib (pengelola). Dengan demikian tidak dibenarkan pemilik modal untuk mensyaratkan supaya ia memiliki hak dalam pengelolaan karena bertentangan dengan hak mudhorib dalam hal itu. Namun demikian pemilik modal dapat mengelola modal dengan izin mudhorib, jika mudhorib tidak mengizinkan maka tidak dapat dipaksakan.
H.    Pemilik modal bisa tunggal dan berserikat
            Pada dasarnya pemilik modal dapat berdiri sendiri tanpa kolektif dengan pemilik model lainnya. Dalam hal ini modal orang yang bukan mudhorib merupakan mudhorobah ditangan seorang dari kalangan pemilik modal dan modal tersebut dikategorikan sebagai saham miliknya pula.


30
I.       Perhitungan bagi hasil
            Bagi hasil dalam keuntungan merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan tanpa bunga atau disebut Bank Syariah. Orientasi keuntungan dalam sistem perbankan merupakan salah satu tujuan usaha dalam bidang perbankan termasuk bank syariah. Bahkan acapkali bunga menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah bank, hal ini sering dilontarkan oleh beberapa kalangan, bukan saja kalangan awam, namun masih banyak tokoh yang belum memahaminya.
            Bagi hasil sering orang menyebut pengganti namanya “bunga” untuk menjawab ini kita mencoba menganalisa perhitungan bagi hasil melalui ilustrasi pada pembahasan berikut ini akan memberikan gambaran riil letak perbedaan antara sistem bagi hasil dan bunga. Berikut ini akan
diberikan contoh kecil tentang perhitungan bagi hasil dari dana pihak ketiga berupa tabungan atau deposito masyarakat, antara pola bagi hasil dengan pola bunga sebagai berikut :

Ahmad mempunyai tabungan deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan (1 Desember 2007 s/d 1 Januari 2008) dan keuntungan bagi hasil antara nasabah dan bank 57%:43% jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 Desember 2007 adalah Rp. 20
juta dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp. 950 juta, berapa keuntungan yang diperoleh Ahmad ?
Jawab
Keuntungan yang diperoleh Ahmad adalah (Rp. 10 juta x Rp. 950) x Rp. 20 juta x 57% = Rp. 120.000,-

Contoh bunga bank konvensional :
Pada tanggal 1 Desember 2007 Ahmad membuka deposito sebesar Rp. 10 juta, jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% per tahun, berapa bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo?
Jawab :
Bunga yang diperoleh Ahmad adalah : (Rp. 10 juta x 31 hari x 9%/365 hari = Rp. 76.438,-
            Dari contoh-contoh tersebut diatas memberi pengertian bahwa bank syariah dalam memberikan hasil kepada deposan mempertimbangkan rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan dua factor
31
 tersebut, sedangkan bank konvensional langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut.
            Pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank berasal dari hasil penempatan pihak ketiga
melalui pembiayaan yang berakad jual beli, sirkah atau jasa. Hasil dari pendapatan tersebut dibagi hasilnya kepada nasabah pemilik dana (deposan). Namun perlu diperhatikan bahwa untuk membagi hasil pendapatan tersebut harus dilihat perbandingan antara jumlah dana yang dikelola, modal sendiri, giro, tabungan, dan lainnya dengan jumlah pembiayaan lebih kecil dari total dana masyarakat. Maka pendapatan tersebut seluruhnya dibagi-hasilkan antara nasabah dengan bank. Sebaliknya jika pembiayaan jumlahnya lebih besar dari total dana masyarakat, maka modal bank juga harus memperoleh bagian pendapatan. Dalam memperhitungkan pendapatan yang akan dibagi hasilkan, bank syariah perlu juga memperhatikan suku bunga yang berlaku di luar, sehingga apabila setelah dibagikan hasilnya ternyata lebih rendah dengan suku bunga di luar, bank dapat pula membuat kebijaksanaan dengan menambah porsi pendapatan untuk nasabah, berarti kesempatan untuk bank lebih kecil lagi. Kebijakan bank ini tentu saja berakibat biaya menjadi naik. Oleh sebab itu bagi pengelola bank syariah harus berhati-hati dalam hal ini, sebab jika kondisi bank belum sehat kebijakan bank ini akan semakin memperburuk kondisi bank itu sendiri.
4.3  Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil pada Bank Muamalat
            Di dalam sistem ekonomi manapun uang dan perbankan memiliki peranan penting. Bahkan ada suatu tulisan yang menyatakan : kalau kita ingin menguasai secara total perekonomian suatu bangsa maka kuasailah sistem perbankannya. Jadi antara uang dan bank merupakan dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi suatu Negara.
            Walaupun uang dan perbankan memiliki peranan penting dalam suatu ekonomi, namun untuk memainkan peranan tersebut harus didasarkan pada ajaran apa yang dianut oleh sistem ekonomi tersebut. Jika yang dijadikan pijakan adalah sistem ekonomi Islam, maka dasarnya adalah ajaran atau syariah Islam. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diperbaharui dan diorganisasikan dengan cara tertentu sehingga serasi dengan ethos Islam dan mampu memenuhi aspirasi umat. Apa yang harus dipenuhi untuk merealisasikan dan mendukung serta menempatkan pentingnya peranan uang dan perbankan dalam suatu sistem ekonomi secara benar
32
 dan utuh. Program pembaharuan apapun yang diambil harus mengaitkannya dengan dua kandungan pokok, yaitu : tujuan yang akan dicapai dan bagaimana strategi pencapaiannya.
Untuk meminimalisir problem dalam bank syariah pada beberapa hal untuk mengatasinya dengan mengedepankan tujuan dan fungsi yang jelas serta strategi yaitu :
1.       Tujuan dan Fungsi
Tujuan dan fungsi yang paling penting untuk mengenali karakteristik fundamental sistem keuangan dan perbankan Islam adalah sebagai berikut : (1) kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum; (2) Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan; (3) Stabilisasi dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil; (4) Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
            Dari empat tujuan dan fungsi tersebut diatas, sepintas dapat dinyatakan bahwa tujuan dan fungsi tersebut adalah yang ada dalam sistem kapitalis. Akan tetapi, kalau dikaji lebih mendalam, walaupun kelihatannya ada kesamaan, namun sesungguhnya ada perbedaan dalam penekanan. Perbedaan tersebut adalah terletak pada perbedaan komitmen kedua sistem tersebut tentang nilai-nilai spiritual, keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan manusia. Di dalam Islam, tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dipisahkan dari ideology dan keyakinan. Tujuan merupakan masukan yang penting bagi sebagian hasil yang juristic.
            Tujuan membawa sanksi dan sepanjang tujuan-tujuan tersebut didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah, maka hal ini menjadi keharusan, bukan persoalan tawar menawar politik dan untunguntungan. Walaupun demikian hal ini merupakan strategi yang penting untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut dan disini pula Islam memberikan kontribusi yang unik. Keunikan kontribusi Islam adalah terletak pada keseluruhan tujuan dan fungsi diatas. Berkaitan dengan tujuan dan fungsi kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, maka dalam bidang ekonomi harus ditekankan pada pentingnya kelayakan ekonomi melalui pemenuhan semua kebutuhan dasar, pembebasan dari semua sebab utama yang menimbulkan beban berat, dan peningkatan dalam kualitas kehidupan, secara moral maupun secara material.

33
            Hal ini juga menekankan pentingnya penciptaan suatu lingkungan ekonomi yang memungkinkan khalifatullah dapat memanfaatkan dan kemampuan fisik maupun mental mereka untuk memperkaya dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Berkenaan dengan tujuan dan fungsi penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan. Dalam hal ini dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu : mobilisasi tabungan dan mewujudkan jasa-jasa lain.
            Tujuan mobilisasi tabungan sangat penting karena ditujukan untuk mewujudkan tujuan-tujuan sosio-ekonomi yang dikehendaki oleh Islam. Islam dengan tegas mencela perbuatan menahan-nahan tabungan dan sekaligus menuntut digunakannya tabungan tersebut
untuk hal-hal yang produktif. Sistem mobilisasi tabungan, seharusnya bukan sekedar diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan akan perekonomian yang sehat dan sedang tumbuh, tetapi yang lebih penting adalah harus mampu mengembangkan pasar uang primer dan sekunder, mewujudkan jasa-jasa perbankan lain bagi Negara.
            Keberadaan pasar primer dan sekunder adalah penting bagi upaya mobilisasi sumber-sumber keuangan yang efisien. Pasar primer sebagai penyedia keuangan untuk usaha-usaha produktif, sedangkan pasar sekunder ditujukan untuk membantu penabung dan investor mencairkan investasi mereka manakala merasa perlu
melakukannya.
A.    Simulasi Bagi Hasil Produk Mudharabah
PT. NIAGA ABADI memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya. Untuk keperluan tersebut PT. NIAGA ABADI mengajukan Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 100.000.000,-
Setelah dilakukan analisa keuangan, maka disetujui Fasilitas Mudharabah olah Bank Muamalat kepada PT. NIAGA ABADI, dengan persyaratan Fasilitas Mudharabah sebagai berikut :

Plafond
:
Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu
:
24 bulan
Nisbah Bagi Hasil
:
(berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT. NIAGA ABADI)
34
Obyek Bagi Hasil
:
Laba Bersih
Biaya Administrasi
:
Rp. 1.000.000.-
Pembayaran Bagi Hasil
:
Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok
:
PT. NIAGA ABADI wajib mengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu
B.     Simulasi Bagi Hasil Produk Musyarakah
PT. LUHUR memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya sebesar Rp. 500.000.000,- sementara modal kerja sendiri dari PT. LUHUR sebesar Rp. 400.000.000,- atau 80% dari Total Modal Kerja yang diperlukan. Untuk keperluan tersebut PT.LUHUR mengajukan Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 1.000.000.000,-

Plafond
:
Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu
:
24 bulan
Nisbah Bagi Hasil
:
(berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT. LUHUR)
Obyek Bagi Hasil
:
Laba Bersih
Biaya Administrasi
:
Rp. 1.000.000.-
Pembayaran Bagi Hasil
:
Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok
:
PT. LUHUR wajib mengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu

4.4  Strategi
        Strategi adalah cara-ara untuk mencapai suatu tujuan. Tidak ada satu tujuan yang dapat dicapai tanpa strategi yang memadai. Di sinilah Islam menawarkan keuntungan yang jelas. Bukan saja tujuan-tujuan di atas merupakan bagian integral dari ajaran Islam, tetapi juga karena sebagian isinya merupakan bagian dari syariah yang tidak boleh dilanggar.
Ada beberapa elemen penting dalam strategi Islam, yaitu :
35
a.       Bersatunya semua hal yang dianggap sebagai aspek kehidupan biasa dengan spirit untuk meningkatkan moral manusia dan masyarakat tempat dia hidup. Tanpa peningkatkan spirit semacam itu, tidak akan ada satu tujuanpun yang dapat direalisasikan dari kesejahteraan manusia yang sesungguhnya jadi sulit diwujudkan.
b.      Bahwa Islam telah memberikan satu cetak biru (blueprint) untuk pengorganisasian seluruh aspek kehidupan, ekonomi, sosial dan politik yang memperkuat keberanian masyarakat untuk mengatakan yang benar dan mengaktualisasikan tujuan-tujuan yang sangat dekat dengan Islam. Misalnya, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh semua sistem ekonomi, tidak akan bisa dicapai tanpa : (a) keyakinan mengenai persaudaraan manusia yang hanya bermakna bagi mereka yang percaya adanya Tuhan yang Esa dimana dihadapanNya semua manusia sama dan akan dimintai pertanggungjawabannya, (b) sistem sosio-ekonomi yang tidak menciptakan sikap sosial berdasarkan hukum survival Darwin, melainkan mereorganisasikan masyarakat atas landasan moral untuk mendorong interaksi sosio-ekonomi atas dasar keadilan dan kerjasama,(c) sistem sosio-politik yang mampu mencegah perlakuan tidak adil dan eksploitatif melalui berbagai cara termasuk mencegah riba, dan memberikan dukungan material bagi yang lemah, masyarakat dan Negara.
c.       Islam mengakui kemerdekaan individu, Islam tidak menomorsatukan kekuatan pasar. Berjalannya kekuatan pasar yang buta tidak dengan sendirinya menghasilkan upaya yang produktif secara sosial, menghentikan eksploitasi atau menolong mereka yang lemah atau membutuhkan. Ini merupakan tanggung jawab Negara untuk berperan positif dalam mengarahkan dan mengatur perekonomian untuk meyakinkan bahwa tujuan-tujuan syariah semuanya terpenuhi. Peranan positif masyarakat Islam ini tidak dapat disamakan dengan apa yang  biasa dikenakan dengan intervensi dalam terminology kapitalis.
            Terminologi intervensi dengan konotasi negative, mengingatkan akan komitmen kepada laissez faire kapitalisme yang mengandungpengertian bahwa Negara yang paling baik adalah Negara yang memainkan peranan paling kecil. Sudah menjadi kewajiban bagi Negara untuk memainkan peranan aktif dalam mencapai tujuan-tujuan sistem yang Islam tanpa mengorbankan
36
 kemerdekaan individu atau berkompromi dengan kesejahteraan sosial. Dari uraian diatas jelas menunjukkan bahwa strategi bagi pembaharuan masyarakat Islam dan perekonomian memegang peranan penting.
            Di sini jelas tidak sepenuhnya mengandalkan kekuatan pasar seperti yang ada dalam sistem kapitalisme, begitu juga tidak sepenuhnya mengandalkan pada kekuatan paksa Negara seperti dalam sistem Marxisme. Individu, sebagai khalifatullah di muka bumi, secara moral diberi kewajiban untuk dapat melaksanakan peranannya benar-benar sebagai khalifah.
Oleh karena sistem keuangan dan perbankan bukan merupakan bagian terpisah dari perekonomian, reorganisasinya juga harus menjadi bagian yang penting dari keseluruhan perubahan, termasuk transformasi moral, regenerasi sosio-ekonomi dan pembaharuan politik.     Peran proaktif dan positif Negara tidak dapat diabaikan. Ini harus diapresiasikan bahwa tujuan-tujuan Islam, di satu pihak, tidak dapat direalisasikan tanpa memungkinkan sistem keuangan dan perbankan untuk memainkan peranannya yang memadai sesuai dengan ajaran Islam. Di lain pihak, tujuan-tujuan tersebut juga tidak dapat direalisasikan hanya dengan mereorganisasikan sistem keuangan dan perbankan. Di antara elemen utama dari strategi bagi pembaharuan sistem keuangan dan perbankan (misalnya, penghapusan riba dan berbagai untung dan rugi) telah diatur oleh Al-Quran dan Sunnah.
            Sementara elemen-elemen lain, tentu harus dirancang oleh masyarakat Islam sesuai dengan kondisi dan posisi relatif mereka dalam rangka mereaktualisasikan tujuan yang dikehendaki. Strategi yang paling adil untuk mencapai tujuan
tersebut diatas adalah melalui penerapan sistem bagi hasil dalam operasional perbankan.88
            Dari uraian diatas problem yang terjadi dalam Bank syariah dapat diminimalisir dengan meletakkan tujuan, fungsi serta strategis yang jelas tegas jitu secara Islami.
4.5 Solusi terhadap Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil
            Terhadap persepsi yang menganggap sistem bagi hasil pada bank syariah ini pada akhirnya pengembalian kredit ternyata lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem bank konvensional harus diluruskan kembali sesuai dengan tujuan bank syariah.
            Adapun tujuan pendirian bank syariah menurut M. Zaini Abdad adalah :

37
1.      Meningkatkan kualitas, kehidupan sosial ekonomi masyarakat muslim sehingga kesenjangan sosial di bidang ekonomi semakin berkurang;
2.      Melayani masyarakat muslim secara leluasa dalam dunia perbankan yang berdasarkan syariah, karena bank yang ada selama ini bersifat konvensional yang operasionalnya menggunakan bunga. Sementara masyarakat muslim beranggapan bahwa bunga dalam prinsip Islam adalah riba, sedangkan riba adalah haram;
3.      Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan;
4.      Mengembangkan lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, meningkatkan partisipasi masyarakat yang dapat menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat;
5.      Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir ekonomis serta berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

           
             Jika dilihat dari segi bunga memang kecil, tetapi aspek yang lain dalam ekonomi syariah yaitu aspek tolong-menolong terhadap orang lain. Ini yang menjadikan esensi dari ekonomi syariah. Salah satu cara agar ekonomi syariah tetap berjalan dan berkembang yaitu harus menunjukkan bahwa ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang memiliki rasa keadilan daripada sistem ekonomi kapitalis.
            Disamping itu ekonomi syariah sudah mengkultur pada masyarakat Islam di Indonesia. Sebagai misal adalah sistem bagi hasil yang dalam bahasa Jawa adalah ‘paron’ antara petani penggarap dengan pemilik sawah, antara pemilik ternak dengan orang yang mengurusi ternak, dan sebagainya.
            Sistem bagi atau paron sudah mengkultur di Indonesia sejak jaman nenek moyang kita, namun untuk menjadikan sebuah kajian internasional, orang masih banyak yang tidak begitu tertarik. Di era globalisasi ini alangkah baiknya apabila masyarakat mengikuti arus globalisasi. Untuk itu sistem syariah merupakan perekonomian yang tepat untuk pertumbuhan pembangunan yang berkeadilan.

38
            Karena ternyata dengan sistem bank konvensional, bangsa Indonesia sampai saat ini terbelit dengan hutang luar negeri, dimana sistem pengembalian hutang ini disertai dengan bunga yang harus dibayarkan setiap membayar angsuran. Dan sebagaimana diketahui keruntuhan Orde Baru dikarenakan hutang luar negeri yang menumpuk akibat praktek bank konvensional.
Dari uraian di atas yang perlu digarisbawahi dalam menghadapi hambatan tentang persepsi umat Islam untuk menerima alasan mengenai bank syariah dan menganggap bank syariah lebih ringan daripada bank konvensional adalah :
1.      Menyamakan persepsi agar terhindar dari riba bunga bank yang dasar hukumnya berbeda-beda menurut ulama, yaitu dengan menjauhi dari riba termasuk dalam transaksi perbankan dengan bunga dan menggunakan sistem bagi hasil yang dalam agama Islam sangat dianjurkan
            Adanya hitung-hitungan yang menganggap bahwa besarnya dana yang dikembalikan akan lebih besar daripada pinjaman di bank konvensional. Hal ini adalah keliru, karena hitungan bagi hasil pada bank syariah bersifat pasti. Apabila besarnya laba dihitung besar, maka bagi hasilnya pun juga besar dan hal ini tidak mempengaruhi pendapatan peminjam modal, karena untungnya juga tetap akan besar. Sementara kalau peminjam mengalami kerugian maka bank juga akan menerima dampaknya karena bank juga akan menanggung kerugian tersebut. Sementara bank konvensional dalam memberikan kredit dengan mengejar keuntungan berdasarkan besarnya bunga yang dibebankan kepada peminjam. Apabila peminjam tidak dapat mengembalikan modal, maka peminjam akan mengembalikan bunga secara terus menerus, padahal modalnya sudah habis dan lama kelamaan peminjam akan gulung tikar karena jaminan hutang. Untuk itulah perlunya persepsi yang benar dari sistem bagi hasil yang manfaat labanya adalah untuk keuntungan bersama, baik peminjam dan pihak bank syariah sebagaimana tujuan pendirian bank syariah tersebut.